24 Dec
بِسْمِ اللَّهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيمِ
Sebab-Sebab Kemaksiatan
Sebagai mahluk yang dibekali hati dan akal, manusia sebagai hamba Allah ‘Azza wa Jalla di muka bumi ini senantiasa dan tidak pernah luput dari syaithon yang sedang mengintainya. Dia menggoda, merayu dan merusak aqidah seorang hamba Allah Subhana wa Ta’ala hingga jatuhlah ia dalam kubang kemaksiatan sedangkan syaithon merajalela di sekitarnya. Padahal tidak lah seorang muslimpun ragu bahwa syaithon adalah musuh yang paling nyata baginya dan Dia memerintahkan kita agar menjadikannya musuh, Allah Subhana wa Ta’ala berfiman,
إِنَّ الشَّيْطَانَ لِلْإِنْسَانِ عَدُوٌّ مُبِينٌ
“Sesungguhnya syaithon adalah benar-benar musuh yang nyata bagi bagi manusia”. (QS. Yusuf [12] : 5)
Dalam ayat lainnya Allah ‘Azza wa Jalla berfirman,
إِنَّ الشَّيْطَانَ لَكُمْ عَدُوٌّ فَاتَّخِذُوهُ عَدُوًّا إِنَّمَا يَدْعُو حِزْبَهُ لِيَكُونُوا مِنْ أَصْحَابِ السَّعِيرِ
“Sesungguhnya syaithon adalah musuh kalian maka jadikanlah dia sebagai musuhmu. Syaithon dan bala tentaranya tidak lain hanya menyeru/mengajak kalian agar kalian termasuk penghuni nereka sa’ir”. (QS. Fathir [35] : 6)
Oleh karena itulah hendaklah kita mengenal jalan-jalan kemaksiatan agar kita dapat menghunus senjata melawan musuh abadi kita yaitu Syaithon –semoga Allah melaknatnya-.
Ibnul Qoyyim Rohimahullah berkata dalam kitabnya[1],
أصول المعاصي كلها كبارها وصغارها ثلاثة
1. تعلق القلب بغير الله
2. وطاعة القوة الغضبية
3. والقوة الشهوانية
وهي الشرك والظلم والفواحش
فغاية التعلق بغير الله شرك وان يدعى معه اله آخر. وغاية طاعة القوة الغضبية القتل. وغاية القوة الشهوانية الزنا ولهذا جمع الله سبحانه بين الثلاثة في قوله :
وَالَّذِينَ لَا يَدْعُونَ مَعَ اللَّهِ إِلَهًا آَخَرَ وَلَا يَقْتُلُونَ النَّفْسَ الَّتِي حَرَّمَ اللَّهُ إِلَّا بِالْحَقِّ وَلَا يَزْنُونَ
“Ushul / dasar-dasar kemaksiatan seluruhnya, kemaksiatan yang besar ataupun kecil ada tiga :
-
Ketergantungan hati kepada selain Allah
-
Mengikuti dorongan/kekuatan amarah
-
Mengikuti dorongan/kekuatan syahwat
Ketiga hal di atas dengan kata lain dapat dikatakan dengan istilah kemusyrikan, kezholiman dan perbuatan keji/nista.
Puncak dari ketergantungan hati kepda selain Allah adalah kemusyrikan yaitu menyembah atau beribadah kepada Allah dan selain-Nya[2]. Puncak dari mengikuti dorongan amarah adalah pembunuhan. Sedangkan puncak dari mengikuti dorongan hawa nafsu adalah perzinahan.
Hal ini sebagaimana Allah Ta’ala kumpulkan dalam firman Nya,
وَالَّذِينَ لَا يَدْعُونَ مَعَ اللَّهِ إِلَهًا آَخَرَ وَلَا يَقْتُلُونَ النَّفْسَ الَّتِي حَرَّمَ اللَّهُ إِلَّا بِالْحَقِّ وَلَا يَزْنُونَ
“Dan orang-orang yang tidak menyembah sesembahan yang lain bersama Allah dan tidak membunuh jiwa yang diharamkan Allah (membunuhnya) kecuali dengan (alasan) yang benar, dan tidak berzina”. (QS. Al Furqon [25] : 68)
وهذه الثلاثة يدعو بعضها الى بعض :
فالشرك يدعو الى الظلم والفواحش كما ان الاخلاص والتوحيد يصرفهما عن صاحبه قال تعالى
كذلك لنصرف عنه السوء والفحشاء إنه من عبادنا المخلصين فالسوء العشق والفحشاء الزنا. وكذلك الظلم يدعو الى الشرك والفاحشة فان الشرك اظلم لظلم كما أن أعدل العدل التوحيد. فالعدل قرين التوحيد والظلم قرين الشرك ولهذا يجمع سبحانه بينهما.
Ketiga sebab ini saling mengajak/menyeret satu sama lain. Kemusyrikan mengajak/menyeret kepada perbuatan kezholiman dan keji. Sebagaimana kebalikannya yaitu ikhlas dan tauhid dapat memalingkan pemiliknya dari kezholiman dan perbuatan keji. Allah Subhana wa Ta’ala berfirman :
كَذَلِكَ لِنَصْرِفَ عَنْهُ السُّوءَ وَالْفَحْشَاءَ إِنَّهُ مِنْ عِبَادِنَا الْمُخْلَصِينَ
“Demikianlah agar Kami (Allah) memalingkan dari padanya kemungkaran dan perbuatab keji. Sesungguhnya Yusuf itu termasuk hamba-hamba Kami yang ikhlas”. (QS. Yusuf [12] : 24)
Firman Allah (السُّوءَ) adalah cinta buta yang membara dan (الْفَحْشَاءَ) adalah perbuatan zina.
Demikian pula kezholiman mengajak/menyeret kepada kemusyrikan dan perbuatan keji. Karena kemusyrikan merupakan bentuk kezholiman yang paling zholim. Sebagaimana kebalikannya yaitu tauhid merupakan bentuk keadilan yang paling adil. Maka keadilan itu merupakan pasangan/sesuatu yang selalu menyertai tauhid. Kezholiman merupakan pasangan/sesuatu yang selalu menyertai kemusyrikan. Oleh karena itulah Allah Subhana wa Ta’ala menggabungkannya dalam firman Nya.
أما الاول ففي قوله شَهِدَ اللَّهُ أَنَّهُ لَا إِلَهَ إِلَّا هُوَ وَالْمَلَائِكَةُ وَأُولُو الْعِلْمِ قَائِمًا بِالْقِسْطِ.
وأما الثاني فكقوله تعالى إِنَّ الشِّرْكَ لَظُلْمٌ عَظِيمٌ
والفاحشة تدعو الى الشرك والظلم ولا سيما اذا قويت ارادتها ولم تحصل الا بنوع من الظلم بالظلم والاستعانة بالسحر والشيطان.
وقد جمع سبحانه بين الزنا والشرك في قوله
الزَّانِي لَا يَنْكِحُ إِلَّا زَانِيَةً أَوْ مُشْرِكَةً وَالزَّانِيَةُ لَا يَنْكِحُهَا إِلَّا زَانٍ أَوْ مُشْرِكٌ وَحُرِّمَ ذَلِكَ عَلَى الْمُؤْمِنِينَ
Pertama,
شَهِدَ اللَّهُ أَنَّهُ لَا إِلَهَ إِلَّا هُوَ وَالْمَلَائِكَةُ وَأُولُو الْعِلْمِ قَائِمًا بِالْقِسْطِ
“Allah menyatakan bahwasanya tidak ada Sesembahan melainkan Dia (yang berhak disembah), Para Malaikat dan orang-orang yang berilmu yang menegakkan keadilan ”(QS. Ali ‘Imron [3] : 18)
Kedua, firman Allah Ta’ala,
إِنَّ الشِّرْكَ لَظُلْمٌ عَظِيمٌ
“sesungguhnya kemusyrikan adalah benar-benar kezhaliman yang besar”(QS. Al Furqon [31] 13)
Perbuatan keji akan mengajak/menyeret kepada perbuatan kemusyrikan dan zholim. Terlebih lagi apabila keinginan untuk melakukannya telah sangat kuat dan tidak terlaksana melainkan harus dengan melakukan kezholiman dan meminta bantuan tukan sihir serta syaithon.
Allah Subhana wa Ta’ala telah menggabungkan antara perbuatan zina dan kemusyrikan dalam firman Nya,
الزَّانِي لَا يَنْكِحُ إِلَّا زَانِيَةً أَوْ مُشْرِكَةً وَالزَّانِيَةُ لَا يَنْكِحُهَا إِلَّا زَانٍ أَوْ مُشْرِكٌ وَحُرِّمَ ذَلِكَ عَلَى الْمُؤْمِنِينَ
“Laki-laki yang berzina tidak mengawini melainkan perempuan yang berzina, atau perempuan yang musyrik. Perempuan yang berzina tidak dikawini melainkan oleh laki-laki yang berzina atau laki-laki musyrik, dan yang demikian itu diharamkan atas oran-orang yang mukmin”. (QS. An Nuur [24] : 3)
فهذه الثلاثة يجر بعضها الى بعض ويامر بعضها ببعض ولهذا كلما كان القلب أضعف توحيدا وأعظم شركا كان أكثر فاحشة واعظم تعلقا بالصور وعشقا لها. ونظير هذا قوله تعالى
فَمَا أُوتِيتُمْ مِنْ شَيْءٍ فَمَتَاعُ الْحَيَاةِ الدُّنْيَا وَمَا عِنْدَ اللَّهِ خَيْرٌ وَأَبْقَى لِلَّذِينَ آَمَنُوا وَعَلَى رَبِّهِمْ يَتَوَكَّلُونَ () وَالَّذِينَ يَجْتَنِبُونَ كَبَائِرَ الْإِثْمِ وَالْفَوَاحِشَ وَإِذَا مَا غَضِبُوا هُمْ يَغْفِرُونَ ()
Ketiga jenis kemaksiatan ini saling menyeret dan saling mengajak antara satu dan lainnya. Oleh karena itu ketika hati sedang dalam keadaan lemah dari tauhid maka akan semakin besar kemusyrikannya. Semakin besar pula perbuatan kejinya serta semakin kuat keterikatan dengan gambaran-gambaran perbuatan keji dan semakin cinta dengannya.
Perumpaan semisal dengan kesimpulan di atas adalah firman Allah Subhana wa Ta’ala,
فَمَا أُوتِيتُمْ مِنْ شَيْءٍ فَمَتَاعُ الْحَيَاةِ الدُّنْيَا وَمَا عِنْدَ اللَّهِ خَيْرٌ وَأَبْقَى لِلَّذِينَ آَمَنُوا وَعَلَى رَبِّهِمْ يَتَوَكَّلُونَ () وَالَّذِينَ يَجْتَنِبُونَ كَبَائِرَ الْإِثْمِ وَالْفَوَاحِشَ وَإِذَا مَا غَضِبُوا هُمْ يَغْفِرُونَ ()
“Maka sesuatu yang diberikan kepadamu, itu adalah kenikmatan hidup di dunia; dan yang ada pada sisi Allah lebih baik dan lebih kekal bagi orang-orang yang beriman, dan hanya kepada Tuhan mereka, mereka bertawakkal. Dan (bagi) orang-orang yang menjauhi dosa-dosa besar[3] dan perbuatan- perbuatan keji[4], dan apabila mereka marah mereka saling memberi maaf”. (QS. Asy Syuuro [42] : 36-37)
فاخبر أن ما عنده خير لمن آمن به وتوكل عليه وهذا هو التوحيد ثم قال وَالَّذِينَ يَجْتَنِبُونَ كَبَائِرَ الْإِثْمِ وَالْفَوَاحِشَ وَإِذَا مَا غَضِبُوا هُمْ يَغْفِرُونَ فهذا مخالفة القوة الغضبية فجمع بين التوحيد والعفة والعدل التي هي جماع الخير كله.
Dalam ayat di atas Allah menjelaskan bahwa apa yang ada di sisi-Nya lebih baik bagi orang-orang yang beriman kepada-Nya dan bertawakkal kepada-Nya. Ini merupakan bentuk tauhid.
Kemudian firman Allah Ta’ala (وَالَّذِينَ يَجْتَنِبُونَ كَبَائِرَ الْإِثْمِ وَالْفَوَاحِشَ) ini merupakan tindakan menjauhkan diri dari dorongan syahwat[5]. Sedangkan firman Allah (وَإِذَا مَا غَضِبُوا هُمْ يَغْفِرُونَ) merupakan tindakan menjauhkan diri dari dorongan amarah.
Pada ayat ini Allah gabungkan penyebutan tauhid, iffah[6] dan keadilan yang merupakan himpunan/dasar kebaikan”.
Mudah-mudahan bermanfaat.
Sigambal,
setelah tarwaih 23 Romadhon 1434 H / 1 Agustus 2013 M / Aditya Budiman bin Usman
[1] Lihat Fawa’idul Fawa’id tahqiq Syaikh ‘Ali bin Hasan Al Halabiy hafidzahullah hal. 255-256 terbitan Dar Ibnul Jauziy, Riyadh tahun 1429H.
[2] Maksudnya adalah ketika seseorang beribadah kepada Allah ‘Azza wa Jalla namun pada kesempatan lain beribadah kepada selain Allah Subhana wa Ta’ala. Maka yang demikian ini juga termasuk kemusyrikan. Apatah lagi ada yang beribadah kepada selain Allah saja. [ed.]
[3] Dosa besar yang paling besar adalah kemusyirikan *. (ed)
[4] Yaitu zina.
[5] Bahkan tidak hanya dosa besar bahkan pembatal islam yaitu kemusyrikan akbar. Sebagaimana pada footnote sebelumnya (lihat tanda *)
[6] Tentang makna iffah silakan merujuk pada tulisan kami yang lainnya (http://alhijroh.com/adab-akhlak/berusaha-untuk-tidak-meminta-minta-merasa-cukup-dan-sabar/).
Leave a Reply