23 Nov
Imam Diam Sejenak Setelah Membaca Al Fatihah
Segala puji hanya kembali dan milik Allah Tabaroka wa Ta’ala, hidup kita, mati kita hanya untuk menghambakan diri kita kepada Dzat yang tidak membutuhkan sesuatu apapun dari hambanya. Sholawat serta salam semoga senantiasa tercurah kepada Rasulullah, Muhammad bin Abdillah Shollallahu ‘alaihi wa Sallam, beserta keluarga dan para sahabat beliau radhiyallahu ‘anhum.
Syaikh DR. Sholeh Al Fauzan hafidzahullah ditanya,
هل يشرع للإمام السكوت بعد قراءة الفاتحة ليتمكن المصلي من قراءة الفاتحة أم لا ؟
“Apakah disyari’atkan bagi imam untuk diam sejenak setelah membaca Al Fatihah sehingga memungkinkan makmum yang membaca Al Fatihah bisa menyemmpurnakan bacaannya ataukah tidak ?”
Beliau menjawab,
الثابت عن النبي صلى الله عليه وسلم سكتتان :
إحداهما : بعد تكبيرة الإحرام، حتى يأتي بدعاء الاستفتاح والتعوذ سرًّا قبل قراءة الفاتحة .
والثانية : بعد فراغه من القراءة، وقبل الركوع، حتى يرجع إليه نفسه .
أمّا السكوت بعد قراءة الفاتحة من الإمام ليتمكن المأموم من قراءة الفاتحة؛ فهذا لم يثبت فيه شيء عن النبي صلى الله عليه وسلم، وإنما استحسنه بعض العلماء، لكن لا ينكر على من فعله ولا من تركه؛ لأن المأموم مشروع في حقه قراءة الفاتحة، ومشروع له الاستماع لقراءة إمامه، فمن أجل الجمع بين المصلحتين؛ استحسن بعض العلماء هذه السكتة . والله أعلم .
“Dalam riwayat yang dapat dipertanggungjawabkan ada dua tempat dimana Nabi Shollallahu ‘alaihi wa Sallam diam sejenak, yaitu :
Pertama, setelah takbirotul ihroom hingga selesai membaca do’a iftitah dan ta’awwudz dengan suara yang pelan sebelum membaca Al Fatihah.
Kedua, setelah selesai membaca (surat selain Al Fatihah) sebelum ruku’.
Adapun diamnya setelah membaca Al Fatihah agar memungkinkan makmum menyelesaikan bacaan Al Fatihahnya maka hal tidaklah diriwayatkan dari Nabi Shollallahu ‘alaihi wa Sallam dengan sanad yang dapat dipertanggungjawabkan. Hal ini merupakan istihsan[1] sebagian ulama. Akan tetapi tidaklah diingkari orang yang melakukannya atau orang yang tidak melakukannya. Karena makmum disyari’atkan untuk membaca Al Fatihah dan disyari’atkan juga bagi makmum untuk mendengarkan bacaan imamnya. Maka dalam rangka mengakomodir kedua mashlahat di atas maka sebagian ulama beristihsan diam sejenak setelah membaca Al Fatihah. Allahu a’lam”[2].
Mudah-mudahan bermanfaat.
Sigambal, 17 Dzul Hijjah 1434 H
Aditya Budiman bin Usman
-yang mengharap ampunan Robbnya-
[1] Istihsan memiliki dua pengertian. Pertama, istihsan yang disepakati para ulama benarnya, maka makna istihsan dalam hal ini adalah tarji’/mengembalikan dalil ke dalil lainnya yang lebih kuat atau beramal dengan dalil yang lebih kuat dan lebih baik. Kedua, istihsan yang disepakati para ulama kebathilannya, sehingga makna istihsan dalam terminologi ini adalah perkara yang dinilai baik oleh akal (semata) seorang mujtahid tanpa menyandarkan permasalahan dengan dalil syar’i yang mu’tabar. [lihat Ma’alim Ushul Fiqh ‘Inda Ahli Sunnah wal Jama’ah oleh Syaikh DR. Muhammad bin Husain bin Hasan Al Jaizaniy hal. 230 tebitan Dar Ibnul Jauziy cet. ketujuh.]
[2] Al Muntaqoo min Fatawaa Al Fauzan hal. 35/49.
Leave a Reply