22 May
بِسْمِ اللَّهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيمِ
Hal-Hal yang Wajib Bagi Setiap Muslim Dalam Sholatnya
Segala puji yang disertai pengagungan seagung-agungnya hanya milik Allah Subhanahu wa Ta’ala dan perendahan diri kita yang serendah-rendahnyanya hanya kita berikan kepadaNya Robbul ‘Alamin. Sholawat serta salam semoga senantiasa tercurah kepada Nabi kita Muhammad shallallahu ‘alaihi was sallam.
Sesungguhnya salah satu hal terpenting yang dapat menambah iman seorang muslim adalah sholat. Allah Subhana wa Ta’ala berfirman,
وَمَا كَانَ اللَّهُ لِيُضِيعَ إِيمَانَكُمْ
“Dan Allah tidak akan menyia-nyiakan imanmu”. [ QS. Al Baqoroh (2) : 148]
Yang dimaksud iman dalam ayat ini adalah sholat, sebagaimana dalam Shohih Bukhori,
صَلَاتكُمْ عِنْد الْبَيْت
“Sholat kalian sewaktu masih menghadap baitul maqdis”[1].
Cukuplah[2] satu ayat di atas untuk menunjukkan betapa tingginya kedudukan sholat di dalam Islam dan di sisi Allah.
Maka sudah selayaknya seorang muslim memperhatikan sholatnya terutama dalam berberpa berikut yang menjadi pokok pembahasan kita
Pertama : Hendaklah dia mengusahakan semampunya untuk mencocoki tata cara sholat Nabi Shallallahu ‘alaihi wa Sallam
Hal ini dapat kita lakukan jika kita mengkaji kitab para ulama khususnya dalam bab shifat sholat Nabi Shallallahu ‘alaihi wa Sallam. Seorang hamba di dalam sholatnya menghadap Allah ‘Azza wa Jalla hendaklah menjadikan sholat orang yang diutus oleh Penciptanya sebagai panutan baik dalam gerakannya maupun bacaan-bacaan/dzikir sholatnya. Hendaklah ia senantiasa mengerjakan hal yang senantiasa dikerjakan Nabi Shallallahu ‘alaihi wa Sallam, meninggalkan hal yang beliau tinggalkan dan terkadang mengerjakan sesuatu yang beliau kerjakan kadang-kadang. Demikian juga dalam masalah dzikir/bacaan-bacaan sholatnya.
مَنْ تَوَضَّأَ نَحْوَ وُضُوئِى هَذَا ثُمَّ صَلَّى رَكْعَتَيْنِ ، لاَ يُحَدِّثُ فِيهِمَا نَفْسَهُ ، غَفَرَ اللَّهُ لَهُ مَا تَقَدَّمَ مِنْ ذَنْبِهِ
“Barangsiapa yang berwudhu dengan wudhu semisal wudhu ku ini kemudian sholat 2 roka’at (dengan khusyuked.)dan ia tidak berbicara di antara wudhu dan sholatnya[3] maka Allah akan ampuni dosa-dosanya yang telah lalu”[4].
Demikian juga dalam riwayat yang lain disebutkan,
مَنْ تَوَضَّأَ كَمَا أُمِرَ وَصَلَّى كَمَا أُمِرَ غُفِرَ لَهُ مَا قَدَّمَ مِنْ عَمَلٍ
“Barangsiapa yang berwudhu sebagaimana diperintahkan dan sholat sebagaimana diperintahkan maka akan diampuni amalan/perbuatannya yang telah lalu”[5].
Kedua : Hendaklah dia memperhatikan kekhusyukan dalam sholatnya
Allah Subhana wa Ta’ala berfirman,
قَدْ أَفْلَحَ الْمُؤْمِنُونَ (1) الَّذِينَ هُمْ فِي صَلَاتِهِمْ خَاشِعُونَ (2)
“Sungguh beruntunglah orang-orang yang beriman. (yaitu) Orang-orang yang khusyu’ dalam sholatnya. [ QS. Al mu’minun (23) : 1-2]
Nabi Shallallahu ‘alaihi wa Sallam suatu ketika sholat kemudian beliau berbalik dan bersabda,
يَا فُلاَنُ أَلاَ تُحْسِنُ صَلاَتَكَ ، أَلاَ يَنْظُرُ الْمُصَلِّى إِذَا صَلَّى كَيْفَ يُصَلِّى ، فَإِنَّمَا يُصَلِّى لِنَفْسِهِ
“Wahai Fulan, hendaklah engkau membaguskan sholatmu, tidakkah engkau melihat/memberhatikan bagaimana orang yang sholat ketika dia sholat ? Sesungguhnya dia sholat untuk dirinya sendiri”[6].
An Nawawi Rohimahullah mengatakan ketika menjelaskan hadits ini,
فيه الأمر بإحسان الصلاة والخشوع وإتمام الركوع والسجود
“Pada hadits ini terdapat perintah untuk membaguskan sholat, khusyuk di dalamnya dan menyempurnakan ruku’ dan sujudnya”[7].
Hal ini dapat kita capai dengan melakukan beberapa perkara diantaranya :
[1]. Mengingat Kematian
Hal ini berdasarkan hadits Nabi Shallallahu ‘alaihi wa Sallam dari Anas Rodhiyallahu ‘anhu, Nabi Shallallahu ‘alaihi wa Sallam bersabda,
اذكرِ الموتَ فى صلاتِك فإنَّ الرجلَ إذا ذكر الموتَ فى صلاتِهِ فَحَرِىٌّ أن يحسنَ صلاتَه وصلِّ صلاةَ رجلٍ لا يظن أنه يصلى صلاةً غيرَها
“Ingatlah kematian di dalam sholatmu, karena sesungguhnya seseorang jika dia mengingat kematian maka akan benar-benar akan membaguskan sholatnya sehingga ia akan menganggap ‘seolah-olah’ ia sedang mengerjakan sholat terakhirnya sebelum kemaitiannya”[8].
[2]. Mentadabburi Makna Lafadz-Lafadz Yang Ada Dalam Sholat
Ketika bertakbir maka hadirkan makna kalimat takbir mencakup pengagungan kepada Allah Ta’ala. Demikian juga ketika anda berta’awwudz maka hadirkan makna kalimat tersebut yang terkandung di dalamnya merasa kembali kepada Allah dan memohon perlindungan kepada Dzat Yang Maha Mendengar permohonan hamba-hambanya, Dzat Yang Maha Mengetahui hal yang syaithon membuat was-was hamba-hambanya.
Cara terbaik untuk dapat mentadabburi makna lafadz-lafadz yang ada di dalam sholat –khususnya surat-surat yang dibaca- adalah dengan membaca kitab-kitab tafsir para ulama.
[3]. Meninggalkan Perbuatan Dosa dan Kemaksiatan
Hal ini berdasarkan Firman Allah ‘Azza wa Jalla,
إِنَّ اللَّهَ لَا يُغَيِّرُ مَا بِقَوْمٍ حَتَّى يُغَيِّرُوا مَا بِأَنْفُسِهِمْ
“Sesungguhnya Allah tidak akan mengubah keadaan suatu kaum hingga mereka diri-diri meraka”. [ QS. Ar Ro’du (13) : 11]
Syaikh Abdur Rohman As Sa’di Rohimahullah mengatakan ketika menafsirkan ayat di atas,
{ إِنَّ اللَّهَ لا يُغَيِّرُ مَا بِقَوْمٍ } من النعمة والإحسان ورغد العيش { حَتَّى يُغَيِّرُوا مَا بِأَنْفُسِهِمْ } بأن ينتقلوا من الإيمان إلى الكفر ومن الطاعة إلى المعصية، أو من شكر نعم الله إلى البطر بها فيسلبهم الله عند ذلك إياها. وكذلك إذا غير العباد ما بأنفسهم من المعصية، فانتقلوا إلى طاعة الله، غير الله عليهم ما كانوا فيه من الشقاء إلى الخير والسرور والغبطة والرحمة،
“(إِنَّ اللَّهَ لا يُغَيِّرُ مَا بِقَوْمٍ) “Sesungguhnya Allah tidak akan mengubah keadaan suatu kaum” dari nikmat, kebaikan, kelapangan rizki (حَتَّى يُغَيِّرُوا مَا بِأَنْفُسِهِمْ) “hingga mereka mengubah diri-diri mereka” yaitu dengan mengubah iman kepada kekufuran, keta’atan kepada kemaksiatan, syukur terhadap nikmat Allah kepada ingkar terhadap nikmat. Maka Allah akan timpakan kepada mereka (kesusahan, musibah, bencana –ed) ketika mereka melakukannya. Demikian juga jika mereka mengubah diri mereka yang semula bermaksiat menjadi ta’at kepada Allah. Maka Allah akan mengubah keburukan menjadi kebaikan, kebahagian, suka cita dan kasih sayang”[9].
Kemaksiatan merupakan penghalang seseorang dari kekhusyukan di dalam sholatnya. Diantara kemaksiatan yang merusak kekhusyukan sholat adalah : seorang laki-laki yang mempunyai istri yang akhlaknya buruk dan ia tidak menceraikannya, boros terhadap harta (dengan memberikan harta seorang anak yatim yang belum sempurna akalnya -ed), memberikan hutangan tanpa dipersaksikan. Hal ini telah shahih dari Nabi Shollallahu ‘alaihi wa Sallam,
ثَلاَثَةٌ يَدْعُونَ اللَّهَ فَلاَ يُسْتَجَابُ لَهُمْ رَجُلٌ كَانَتْ تَحْتَهُ امْرَأَةٌ سَيِّئَةُ الْخُلُقِ فَلَمْ يُطَلِّقْهَا وَرَجُلٌ كَانَ لَهُ عَلَى رَجُلٍ مَالٍ فَلَمْ يُشْهِدْ عَلَيْهِ وَرَجُلٌ آتَى سَفِيهًا مَالَهُ وَقَدْ قَالَ اللَّهُ عَزَّ وَجَلَّ
(وَلاَ تُؤْتُوا السُّفَهَاءَ أَمْوَالَكُمْ)
“Tiga golongan orang yang apabila berdoa kepada Allah (sholat) maka Allah tidak akan mengabulkan apa yang mereka harapkan : seorang laki-laki yang mempunyai istri yang buruk akhlaknya namun ia tidak menceraikannya, seorang laki-laki yang memberikan hutangan kepada orang lain yang tidak ada saksi atasnya dan seorang laki-laki yang menghamburkan hartanya secara boros (dengan memberikan harta seorang anak yatim yang belum sempurna akalnya –ed). Padahal Allah ‘Azza wa Jalla telah berfirman,
وَلاَ تُؤْتُوا السُّفَهَاءَ أَمْوَالَكُمْ
“Janganlah kalian berikan harta kalian kepada orang-orang yang belum sempurna akalnya”. [ QS. An Nisa’ (4) : 5][10]
Apabila kemaksiatan dan perbuatan dosa mengurangi khusyuk di dalam sholat maka sebaliknya amal keta’atan akan menambahkan kekhusyukan dalam sholat. Diantara keta’atan tersebut adalah : kasih sayang dengan anak yatim, membelai kepalanya, memberikan makan baginya dan orang miskin lainnya. Hal ini sebagaimana sabda Nabi Shollallahu ‘alaihi wa Sallam,
إِنْ أَرَدْتَ تَلْيِينَ قَلْبِكَ فَأَطْعِمْ الْمِسْكِينَ وَامْسَحْ رَأْسَ الْيَتِيمِ
“Jika anda ingin melembutkan hati anda maka berikanlah orang miskin makan, belailah dengan kasih sayang kepala anak yatim”[11].
Bersambung….
Mudah-mudah bermanfaat. [aditya budiman bin usman]
Terisnpirasi dari Kitab Ash Sholat Atsaruha fii Jiyadati Al Iman wa Tahzibun Nafsi oleh Syaikh Husain Al Uwaysyah hal. 7-17 terbitan Maktabah Islamiyah, Kairo, Mesir.
[1] Lihat Shohih Bukhori Kitab Al Iman.
[2] Karena hal ini bukanlah pokok pembahasan kita kali ini.
[3] Akan datang penjelasannya insya Allah.
[4] HR. Bukhori no. 159,Muslim no. 226.
[5] HR. An Nasa’i no.144 , Ibnu Hibban no. 1042, Ahmad no. 23643 hadits ini dinilai shohih lighoirihi oleh Al Albani dan Al Arnauth rohimahumallah.
[6] HR. Muslim no. 432.
[7] Lihat Syarh Shohih Muslim hal. 150/IV.
[8] HR. Dailami di Musnad Al Firdaus, Al Albani mengatakan dalam shohihul jami’ hadits ini dinilai hasan oleh Al Hafidz Ibnu Hajar. Al Albani juga mengahasankannya di Ash Shohihah no. 1421.
[9] Lihat Taisir Karimir Rohman oleh Syaikh Abdur Rohman As Sa’di Terbitan Dar Ibnu Hazm, Beirut.
[10] HR. Hakim no. 3181. Hadits ini dinilai shohih oleh Al Albani Rohimahullah.
[11] HR. Ahmad no. 7566. Hadits ini dinilai oleh hasan Al Albani Rohimahullah.
Leave a Reply