Bahaya Penyakit Panjang Angan – Angan

2 Jan

بِسْمِ اللَّهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيمِ

Bahaya Penyakit Panjang Angan – Angan

Alhamdulillah wa shollatu wa sallamu ‘alaa Rosulillah wa ‘alaa aalihi wa ashaabihi ajma’ain. Sebagai mahluk yang dimuliakan Allah Subhana wa Ta’ala dengan hati dan akal, manusia dituntut untuk bersyukur atasnya dengan menggunakannya dalam rangka meraih ketaqwaan di sisi Sang Penciptanya Allah ‘Azza wa Jalla. Namun, dalam perjalanannya menuju derajat ketaqwaan, manusia senantiasa diintai, dipantau dan siap diperangi musuh abadinya selama masih hidup di dunia, musuh tersebut tidak lain dan tidak bukan adalah syaithon baik dari Iblis dan manusia.

Syaihtonlah musuh bagi manusia yang nyata, Allah Subhana wa Ta’ala berfirman,

إِنَّ الشَّيْطَانَ لِلْإِنْسَانِ عَدُوٌّ مُبِينٌ

“Sesungguhnya syaithon adalah benar-benar musuh yang nyata bagi bagi manusia”. (QS. Yusuf [12] : 5)

Syaikh ‘Abdur Rohman bin Nashir As Sa’diy Rohimahullah mengatakan,

لَا يَفْتُرُ عَنْهُ لَيْلًا وَلَا نَهَارًا، وَلَا سِرًّا وَلَا جَهَارًا….

“Syaithon tidak akan malas (mengganggu manusia –ed.) walaupun siang, malam, ketika manusia sendirian atau bersama orang lain…….”[1].

Usaha giat syaithon untuk mengoda manusia ini tidaklah terbatas dalam satu hal semata. Bahkan usahanya untuk menjerumuskan manusia ke neraka beragam macamnya sebagaimana beragamnya karakter dan kedudukan manusia.

Ibnul Jauziy Rohimahullah telah menuliskan sebuah risalah yang luar biasa dalam masalah ini. Sehingga orang membacanya akan dapat menangkal tipu daya syaithon dengan beragam model dan macamnya. Beliau menamakan kitab tersebut dengan ‘Talbiis Ibliis’.

Beliau Rohimahullah mengatakan tentang makna talbiis,

التَّلْبِيْسُ إِظْهَارُ البَاطِلِ فِيْ صُوْرَةِ الحَقِّ

“Talbiis adalah menunjukkan/menampakkan kabathilan dalam bentuk kebenaran”[2].

Inilah salah satu senjata dan perangkap tercanggih syaihon. Sehingga manusia yang terkena hal ini akan binasa tanpa sadar.

Salah satu bentuk talbiis syaihton kepada manusia adalah panjang angan-angan.

Ibnul Jauziy Rohimahullah mengatakan,

كم قد خَطَرَ على قلبِ يَهُوْدِيٍّ وَنَصَرَانِيٍّ حُبُّ الإِسْلَامِ فَلَا يَزَالُ إِبْلِيْسُ يُثَبِّطُهُ وَيَقُوْلُ لَا تَعْجَلْ وتَمَهَّل فِيْ النَّظَرِ فَيُسَوَّفُهُ حَتَّى يَمُوْتَ عَلَى كُفْرِهِ. وَكَذَلِكَ يُسَوِّفُ العَاصِيُ بِالتَّوْبَةِ فَيَجْعَلُ لَهُ غَرْضَهُ مِنْ الشَّهْوَاتِ وَيُمَنِّيهِ الْإِنَابَةَ ,كَمَا قَالَ الشَّاعِرُ:

لَا تَعْجَلُ الذَّنْبَ لِمَا تَشْتَهِي … وَتَأَمَّلُ التَّوْبَةَ مَنْ قَابِلِ

وَكَمْ مِنْ عازمٍ عَلَى الجَدِّ سَوَّفَهُ وَكَمْ مِنْ سَاعٍ إِلَى فَضِيْلَةٍ ثَبَّطَهُ

“Betapa sering terbersit di hati seorang Yahudi atau Nashrani kecintaan terhadap Islam. Namun Iblis senantiasa mengahalang-halanginya dan membisikkan ke hati mereka, ‘Jangan terburu-buru (masuk -ed.) Islam, pikirkan dengan seksama dan matang’. Sehingga mereka menunda-nundanya hingga maut datang menjemputnya dan mereka mati di atas kekafirannya. Demikian juga yang terjadi pada pelaku maksiat agar menunda-nunda taubatnya, iblis membuat mereka terhalang dari taubat melalui jalan syahwat sehingga mereka menunda-nunda taubat dan kembali kepada Allah. Hal ini sebagaimana yang dikatakan seorang penyair :

Jangan segera berbuat dosa karena hawa nafsu….

Sedangkan engkau berangan-angan taubat esok hari……….

Betapa banyak orang yang berazam/bertekad kuat untuk melakukan kebaikan kemudian menunda-nunda kebaikan tersebut !!? Betapa banyak orang yang berusaha melakukan kemuliaan yang terhalangi (karena menunda-nunda) !!?”

Beliau melanjutkan,

فَلِرُبَّمَا عَزِمَ الفَقِيْهُ عَلَى إِعَادَةِ دَرْسِهِ فَقَالَ اسْتَرِحْ سَاعَةً أَوْ انْتَبَهَ العَابِدُ فِيْ الْلَّيْلِ يُصَلَّي فَقَالَ لَهُ : عَلَيْكَ وَقْتٌ.

وَلَا يَزَالُ يُحِبَّبُ الكَسَلَ وَيُسَوِّفُ الْعَمَلُ وَيُسْنِدُ الْأَمْرُ إَلَى طُوْلِ الْأَمَلِ. فَيَنْبَغِي لِلْحَازِمِ أَنْ يَعْمَلَ عَلَى الْحَزْمِ وَالْحَزْمُ تُدَارِكُ الْوَقْتُ وَتَرَكَ التَّسَوُّفِ وِالِاعْرَاضِ عَنْ الْأَمَلِ فَإِنَّ المُخُوْفَ لَا يُؤْمَنُ وَالفَوَاتَ لاَ يُبْعَثُ.

“Sehingga betapa banyak seorang yang faqih telah berkeinginan kuat untuk mengulangi dars/pelajarannya namun iblis menggodanya dengan mengatakan, ‘istirahatlah sejenak (waktu masih panjang –ed.)’. Atau betapa banyak seorang ahli ibadah yang bangun di malam hari untuk melakukan sholat malam lalu syaihton menggodanya dengan mengatakan, ‘waktu malam masih panjang (tidurlah lagi -ed.)’

Iblis akan senantiasa menanamkan dan menumbuhkan sikap malas dan menunda-nunda amal serta menyandarkan diri/amal kepada sikap menunda-nunda dan panjang angan-angan. Maka sudah sepantasnya orang yang bertekad kuat beramal dengan tekad yang ‘membaja’ dengan memanfaatkan waktu sebaik-baiknya dan meninggalkan, membuang jauh-jauh sikap menunda-nunda dan menghindarkan diri dari panjang angan-angan. Karena khawatir dan tidak dapat dijamin waktu, kekuatan tekad dan kesempatan yang sudah berlalu dapat kembalikan”.

Beliau Rohimahullah menambahkan,

وَسَبَبُ كُلِّ تَقْصِيْرٍ فِيْ خَيْرٍ أَوْ مَيْلٍ عَنْ شَرٍّ طُوْلُ الْأَمَلِ فَاِنَّ الإِنْسَانَ لَا يَزَالُ يُحَدِّثُ نَفْسَهُ بَالنُّزُوْعِ عَنْ الشَّرِّ وَالاِقْبَالُ عَلَى الخَيْرِ, إِلَّا أَنَّهُ يُعِدُ نَفْسَهُ بِذَلِكَ.

وَلَا رَيْبَ أَنَّهُ مَنْ أَمَّلَ أَنْ يَمْشِيَ بِالنَّهَارِ سَارَ سَيْرًا فَاتِرًا مَنْ أَمَّلَ أَنْ يُصْبِحَ عَمَلَ فِيْ اللَّيْلِ عَمَلًا ضَعِيْفًا وَمِنْ صُوْرِ المَوْتِ عَاجِلًا, جَدَّ.

وقد قال صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ:

” صَلِّ صَلَاةَ مُوَدَّعٍ كَأَنَّكَ تَرَاهُ فَإِنْ كُنْتَ لَا تَرَاهُ فَإِنَّهُ يَرَاكَ”.

Sebab seluruh taqsir/kelalaian/meremehkan kebaikan dan kecenderungan kepada keburukan adalah panjang angan-angan. Karena seluruh manusia (pada dasarnya –ed.) senantiasa mengajak dirinya untuk menghindar dari keburukan dan melakukan kebaikan. Akan tetapi ini masih sebatas janji di dalam hati akan hal itu.

Tidaklah diragukan bahwa barangsiapa yang berangan-angan bisa berjalan di siang hari maka dia akan berjalan dengan langkah yang lemah dan penuh kemalasan. Demikian juga barang siapa yang berangan-angan mendapatkan waktu subuh maka dia akan beramal di malam hari dengan amal yang ‘lemah/ala kadarnya’. Sedangkan barang siapa yang membayangkan/tergambar di depan matanya kematian akan segera datang maka dia akan bergegas dan bersungguh-sungguh. Nabi Shollallahu ‘alaihi wa Sallam bersabda,

صَلِّ صَلَاةَ مُوَدَّعٍ كَأَنَّكَ تَرَاهُ فَإِنْ كُنْتَ لَا تَرَاهُ فَإِنَّهُ يَرَاكَ

“Sholatlah engkau sebagaimana sholat orang yang akan berpisah (dari kehidupan dengan datangnya malaikat maut –ed.) seakan-akan engkau melihatnya (datang –ed.). Apabila engkau tidak dapat melihatnya maka sesungguhnya dia melihatmu”[3].

Ibnul Jauziy Rohimahullah melanjutkan,

وَقَالَ بَعْضُ السَّلَفِ : أُنْذِرُكُمْ ‘سَوْفَ‘ فَإِنَّهَا أَكْبَرُ جُنُوْدِ إِبْلِيْسَ.

وَمَثَلُ العَامِلِ عَلَى الحَزْمِ وَالسَاكِنِ لِطُوْلِ الأَمَلِ كَمَثَلِ قَوْمٍ فِيْ سَفَرٍ فَدَخَلُوْا قَرْيَةً, فَمَضَى الحَازِمُ فَاشْتَرَى مَا يَصْلُحُ لِتَمَامِ سَفَرَهِ وَجَلَسَ مُتَأَهِّبًا لِلرَّحِيْلِ. وقَالَ المُفْرِطُ سَأَتَأَهَّبُ فَرُبَّمَا أَقَمْنَا شَهْرًا, فَضُرِبَ بَوْقَ الرَحِيْلِ فَي الحَالِ. فَاغْتَبَطَ الْمُحْتَرِزُ وَاغْتَبَطَ الآسِفُ المُفَرِّطُ !

“Sebagian salaf mengatakan, ‘Maukah kalian aku peringatkan dari bahaya ‘nanti/menunda-nunda’, sesungguhnya ‘nanti/menunda-nunda’ adalah bala tentara iblis yang paling besar’.

Permisalan orang yang beramal dengan tekad yang membaja dan orang yang diam saja karena panjang angan-angan adalah semisal suatu kelompok yang tengan safar yang sedang memasuki sebuah perkampungan. Lalu orang yang dengan tekad membaja istirahat dan memperbaiki perbekalan agar safarnya sempurna dan orang yang duduk santai yang sedang duduk istirahat dengan tiupan angin. Orang yang lengah/santai mengatakan, ‘istirahatlah dulu’ maka ketika telah satu bulan tiba-tiba ditiuplah terompet waktu keberangkatan sehingga orang yang telah bersiap-siap segera berangkat dan alangkah buruknya orang yang terlalu bersantai !”

Beliau melanjutkan uraiannya,

فَهَذَا مَثَلُ النَّاسِ فِيْ الدُّنْيَا, مِنْهُمْ المَسْتَعِّدُ المُسْتَيْقَظُ فَإِذَا جَاءَ مَلَكُ المَوْتِ لَمْ يَنْدَمْ. وَمِنْهُمْ المَغَرُورُ المُسَوِّفُ يَتَجَرَّعُ مَرِيْرَ النَّدمِ وَقْتَ الرَحِلَةِ. فَإِذَا كَانَ فِي الطَّبْعِ صُعِبَتْ المُجُاهُدُةُ إِلَّا أَنَّهُ مَنْ انْتَبَهَ لِنَفْسِهِ, عَلِمَ أَنَّهُ فِيْ صَفِّ حَرْبٍ وَأَنَّ عَدُوَّهُ لَا يَفْتُرُ عَنْهُ فَإِنْ فَتَرَ فِيْ الظَاهِرِ, أَبْطَنَ لَهُ مَكِيْدَةً, وأَقَامَ لَهُ كَمِيْنًا

“Maka inilah permisalan manusia ketika di dunia. Diantara mereka ada yang bersiap-siap, waspada sehingga ketika datang malaikat maut mereka tidak akan bersedih dan menyesal. Diantara mereka ada yang tertipu dengan kata ‘natilah’ sehingga menunda-nunda amal. Sehingga ketika malaikat maut datang dia hanya dapat meneguk pahitnya penyesalan.

Bila sikap ‘nanti/menunda-nunda’ sudah menjadi satu dengan tabiat maka akan sulit untuk melawannya kecuali orang yang sadar akan dirinya sehingga melawannya dengan sekuat tenaga. Sehingga dia mengetahui bahwasanya dia sedang berada di barisan perang dan musuhnya adalah musuh yang tidak pernah malas. Walaupun kenyataannya dia tidak bergerak namun sesungguhnya lawannya sedang menyiapkan tipu daya dan menyiapkan tentara cadangan”.

Beliau Rohimahullah menutup pembahasan ini dengan mengatakan,

ونحن نسأل الله عز وجل السلامة من كيد العدو وفتن الشيطان وشر النفوس والدنيا انه قريب مجيب جعلنا الله من أولئك المؤمنين.

“Kami memohon keselamatan dari tipu daya musuh dan godaan syaithon serta keburukan jiwa dan dunia kepada Allah ‘Azza wa Jalla. Sesungguhnya Dia adalah Dzat Yang Mengabulkan Do’a. mudah-mudahan Allah menjadikan kita termasuk orang-orang yang beriman”.

 

Mudah-mudahan bermanfaat.

 

[Diterjemahkan dengan perubahan redaksi seperlunya dari Kitab Al Muntaqoo An Nafiis min Talbiis Ibliis li Imam Ibnil Jauziy karya Syaikh ‘Ali bin Hasan Al Halabiy hafidzahullah hal. 559-561 terbitan Dar Ibnu Jauziy, Riyadh, KSA]

 

Sigambal, setelah mencuci pakaian Hudzaifah

23 Shofar 1435 H / 26 Desember 2013 M / Aditya Budiman bin Usman



[1] Lihat Taisir Karimir Rohman hal. cet. Dar Ibnu Hazm, Beirut.

[2] Lihat Al Muntaqoo Nafiis min Talbiis Ibliis oleh Syaikh ‘Ali Al Halabiy hal. 61, cet. Dar Ibnul Jauziy, Riyadh.

[3] HR. Bukhori dalam At Tarikh Al Kabir (3/2/216), Abusy Syaikh dalam Al Amtsaal no. 226, Ibnu Maajah no. 4171, Ahmad (5/512) dan Abu Nu’aim dari Abu Ayyub Al Anshori. Syaikh ‘Ali bin Hasan mengatakan, ‘ada jahaalah/rowi yang majhul pada sanadnya, sebagaimana yang dikatakan Al Bushoiriy dalam Mishbah az Zajaajah (333/II) sedangkan sisanya adalah perowi yang tsiqoh. Akan tetapi hadits ini memiliki dua syahid/penguat yang dibawakan guru kami Al Albani dalam Silsilah Ash Shohihah no. 1421 dan 1914, sehingga dengan demikian hadits di atas menjadi shohih dengan kedua syahidnya’.

 

Tulisan Terkait

3 Comments ( ikut berdiskusi? )

  1. matrupi
    Jul 13, 2015 @ 09:43:57

    Boleh kah ber angan angan besar

    Reply

    • Aditya Budiman
      Jul 13, 2015 @ 15:39:46

      Karena yg ditanya angan-angan maka tidak boleh. Angan-angan berbeda dengan cita-cita.
      Allahu a’lam

      Reply

  2. batara
    Jan 21, 2016 @ 15:08:40

    terimakasih infonya, sangat jelas sekali tentang penjelasan bahaya angan-angan disini. hampir semua kita pernah melakukan dan semoga kita menjadi manusia yang bersegera bertaubat dari setiap kesalahan yang dilakukan. amiiin

    Reply

Leave a Reply