4 Feb
بِسْمِ اللَّهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيمِ
Syarat-Syarat Sabar
Segala puji yang disertai pengagungan seagung-agungnya hanya milik Allah Subhanahu wa Ta’ala dan perendahan diri kita yang serendah-rendahnyanya hanya kita berikan kepadaNya Robbul ‘Alamin. Sholawat serta salam semoga senantiasa tercurah kepada Nabi kita Muhammad shallallahu ‘alaihi was sallam.
Sabar merupakan sebuah hal yang wajib dimiliki oleh setiap muslim dalam mengahadapi hidup dan kehidapan ini dalam setiap keadaannya, baik ketika ia sedang beribadah kepada Allah, ketika menjauhi hal haram dan ketika musibah dunia Allah timpakan kepadanya[1].
Oleh karena itulah menjadi sebuah hal yang penting mengetahui apa yang menjadi topik tulisan ini yaitu syarat-syarat sabar[2] agar sabar yang kita kerjakan bernilai di sisi Allah ‘Azza wa Jalla.
[Syarat Pertama, Ikhlas]
Sabar merupakan perkara yang bisa dimiliki oleh setiap manusia, akan tetapi yang membedakan antara sabar yang syar’i dengan yang lainnya adalah pendorongnya. Sabar yang dipuji sebagaimana dalam Al Qur’an dan As Sunnah adalah sabar yang dilakukan karena Allah Subhanahu wa Ta’ala. Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman,
وَلِرَبِّكَ فَاصْبِرْ
“Dan demi (memenuhi perintah) Robbmu, bersabarlah (terhadap perintah-perintah dan laranganNya[3])”. (QS : Al Mudatsir [74] : 7).
Allah Subhanahu wa Ta’ala pun berfirman,
وَالَّذِينَ صَبَرُوا ابْتِغَاءَ وَجْهِ رَبِّهِمْ وَأَقَامُوا الصَّلَاةَ وَأَنْفَقُوا مِمَّا رَزَقْنَاهُمْ سِرًّا وَعَلَانِيَةً
“Dan orang-orang yang sabar karena mencari keridhoan Robbnya, mendirikan sholat dan menafkahkan sebagian rizki yang kami berikan kepada mereka secara sembunyi-sembunyi dan terang-terangan”. (QS : Ar Ro’du [13] : 22).
Allah Subhanahu wa Ta’ala memuji mereka disebabkan merea bersabar karena mencari keridhoan Allah Subhanahu wa Ta’ala, nah itulah ikhlas yang bersih dari berbagai cabang riya.
[Syarat Kedua, Tidak Mengeluh (kepada Mahluked.)]
Mengeluh kepada Allah ‘Azza wa Jalla yang diungkapkan kepada manusia bertentangan dengan kesabaran, dan bisa membawa seorang hamba kepada sikap putus asa dan juga rasa kesal.
Allah berfirman sebagaimana diungkapkan dalam hadits qudsi,
قَالَ اللَّهُ تَبَارَكَ وَتَعَالَى إِذَا ابْتَلَيْتُ عَبْدِى الْمُؤْمِنَ فَلَمْ يَشْكُنِى إِلَى عُوَّادِهِ أَطْلَقْتُهُ مِنْ إِسَارِى ثُمَّ أَبْدَلْتُهُ لَحْمًا خَيْرًا مِنْ لَحْمِهِ وَدَمًا خَيْرًا مِنْ دَمِهِ ، ثُمَّ يَسْتَأْنِفُ الْعَمَلَ
Allah Tabaroka wa Ta’ala berfirman, “Jika Aku (Allah) memberikan cobaan (musibah) kepada hambaKu yang beriman sedang ia tidak mengeluh kepada orang yang mengunjunginya maka Aku akan melepaskannya dari tahananKu (penyakit) kemudian Aku gantikan dengan daging yang lebih baik dari dagingnya juga dengan darah yang lebih baik dari darahnya. Kemudian dia memulai amalnya (bagaikan bayi yang baru lahir)[4]”.
Sungguh indah perkataan seorang penyair,
“Jika bencana menimpamu maka bersabarlah seperti Al Karim yang bersabar
karena sungguh Ia lebih tahu tentangmu..”
“Kau mengeluh kepada manusia, maka kau sedang mengadu kepada Ar Rohim
namun mengungkapkannya kepada yang tidak punya kasih sayang (manusiaed.)
[Syarat Ketiga, Sabar Itu Terjadi pada Waktunya (Musibah)]
Sabar yang terpuji lagi diberikan pahala adalah kesabaran yang terjadi pada waktunya, adapun jika waktunya telah berlalu maka tidak bermanfaat.
Inilah cerita yang Allah Subhanahu wa Ta’ala hikayatkan tentang kesabaran penghuni neraka,
وَبَرَزُوا لِلَّهِ جَمِيعًا فَقَالَ الضُّعَفَاءُ لِلَّذِينَ اسْتَكْبَرُوا إِنَّا كُنَّا لَكُمْ تَبَعًا فَهَلْ أَنْتُمْ مُغْنُونَ عَنَّا مِنْ عَذَابِ اللَّهِ مِنْ شَيْءٍ قَالُوا لَوْ هَدَانَا اللَّهُ لَهَدَيْنَاكُمْ سَوَاءٌ عَلَيْنَا أَجَزِعْنَا أَمْ صَبَرْنَا مَا لَنَا مِنْ مَحِيصٍ
“Dan mereka semuanya (di padang Mahsyar) akan berkumpul menghadap ke hadirat Allah, lalu berkatalah orang-orang yang lemah kepada orang-orang yang sombong, “Sesungguhnya kami dahulu adalah pengikut-pengikutmu, maka dapatkah kamu menghindarkan daripada kami azab Allah (walaupun) sedikit saja?” Mereka menjawab, “Seandainya Allah memberi petunjuk kepada kami, niscaya kami dapat memberi petunjuk kepadamu. Sama saja bagi kita, apakah kita mengeluh ataukah bersabar. Sekali-kali kita tidak mempunyai tempat untuk melarikan diri”. (QS : Ibrohim [14] : 21).
Allah Subhanahu wa Ta’ala pun berfirman,
اصْلَوْهَا فَاصْبِرُوا أَوْ لَا تَصْبِرُوا سَوَاءٌ عَلَيْكُمْ إِنَّمَا تُجْزَوْنَ مَا كُنْتُمْ تَعْمَلُونَ
“Masukklah kamu ke dalamnya (rasakanlah panas apinya); maka baik kamu bersabar atau tidak, sama saja bagimu; kamu diberi balasan terhadap apa yang telah kamu kerjakan”. (QS : Ath Thur [52] : 16).
Diriwayatkan dari Anas rodhiyallahu ‘anhu, Beliau mengatakan, Rosulullah Shallallahu ‘alaihi was sallam melewati seorang wanita yang berada di sisi kuburan sambil menangis lantas Rosulullah Shallallahu ‘alaihi was sallam mengatakan, “Bertaqwalah kamu dan bersabarlah!” Wanita itu mengatakan, “Menjauhlah engkau dariku karena engkau tidak tertimpa musibah seperti yang menimpaku”. Kala itu dia tidak mengetahuinya. Kata Anas, selanjutnya dikabarkan kepadanya bahwa orang yang mengatakan hal itu adalah Nabi Shallallahu ‘alaihi was sallam lalu ia pun terkejut. Lalu ia mendatangi pintu Nabi Shallallahu ‘alaihi was sallam tanpa menemui penjaga pintu, akhirnya ia berkata kepada Nabi Shallallahu ‘alaihi was sallam, “Wahai Nabi aku tadi tidak mengenalimu”. Kemudian Nabi shallallahu ‘alaihi was sallam mengatakan,
الصَّبْرُ عِنْدَ الصَّدْمَةِ الْأُولَى
“(Sesungguhnya yang dikatakan) Sabar adalah sabar pada awal sesuatu yang dibenci (Musibah)”[5].
Demikian nukilan singkat dari risalah Syaikh Salim Al Hilaliy hafidzahullah.
Mudah-Mudahan kita dapat mengambil faidah dari nukilan di atas sehingga kita dapat menjadi hamba Allah yang benar-benar bersabar, Amin.
Ditulis ulang
Sigambal,
Ketika Hujan di Hari yang Penuh Berkah,
Aditya Budiman bin Usman
21 Shofar 1432 H/ 28 Januari 2011 M.
[1] Silakan lihat sedikit pembahasan tentang hal ini dalam tulisan kami yang berjudul Ada Apa dibalik Kesabaran dan Ilmu di www.alhijroh.com .(ed.)
[2] Kami nukilkan dari kitab Syaikh Salim Al Hilaliy hafidzahullah namun karena kami belum mendapatkan kitab aslinya sehingga diambil dari terjemahannya dengan judul meniru sabar Nabi Shallallahu ‘alaihi was sallam hal. 45-49 terbitan Pustaka Darul ‘Ilmi.
[3] Lihat Lihat Tafsir Jalalain Li Imamaini Al Jalilaini Muhammad bin Ahmad Al Mahalli dan Abdurrahman bin Abi Bakr As Suyuthi dengan ta’liq dari Syaikh Shofiyurrohman Al Mubarokfuri hafidzahullah hal. 586 Terbitan Darus Salam, Riyadh, KSA.
[4] HR. Al Hakim dalam Mutadroknya no. 1290, Al Baihaqi dalam Sunanul Qubro no. 6790. Syaikh Salim Al Hilaliy mengatakan, “Sanadnya sahih dengan perowi yang tsiqoh”.
[5] HR. Bukhori no. 1252, Muslim no. 2136. Syaikh Salim Al Hilaliy mengatakan, “Yang dimaksud dengan (الصَّدْمَةِ الْأُولَى) adalah ketika musibah itu mencapai puncaknya. Karena musiah itu akan berkurang seiring waktu dan tidak ada manfaat sabar ketika itu karena waktunya telah berlalu”.
Leave a Reply