Apakah Disunnahkan Mengingatkan Orang Yang Lupa Bertahmid Ketika Bersin ?

27 Jun

بِسْمِ اللَّهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيمِ

Apakah Disunnahkan Mengingatkan Orang Yang Lupa Bertahmid Ketika Bersin ?

Alhamdulillah wa sholatu wa salamu ‘ala Rosulillah, wa ba’du.

Nabi Shallallahu ‘alaihi wa Sallam adalah qudwah/suri tauladan kita dalam beragama dan bermumalah. Bahkan salah satu tujuan/misi pengutusan beliau Shallallahu ‘alaihi wa Sallam adalah untuk menyempurnakan akhlak kepada Al Kholiq (Allah ‘Azza wa Jalla) dan makhluk (manusia dan mahluk hidup lainnya). Beliau Shallallahu ‘alaihi wa Sallam bersabda sebagaimana yang dicantumkan imam Bukhori dalam Adabul Mufrod,

 

حَدَّثَنَا إِسْمَاعِيْلُ بْنُ أَبِيْ أُوَيْسٍ قَالَ حَدَّثَنِيْ عَبْدُ الْعَزِيْزِ بْنُ مُحَمَّدٍ عَنْ مُحَمَّدِ بْنِ عَجْلَانَ عَنْ الْقَعْقَاعِ بْنِ حَكِيْمٍ عَنْ أَبِىْ صَالِحِ الْسَّمَانِ عَنْ أَبِىْ هُرَيْرَةَ أَنَّ رَسُوْلَ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَ سَلَّمَ قَالَ : إِنَّمَا بُعِثْتُ لِأُتَمِّمَ صَالِحِيْ الْأَخْلَاقِ ­– في رواية مكارم –

‘Isma’il bin Abu ‘Uwais telah mengabarkan kepada kami, dia mengatakan, ‘Abdul ‘Aziz bin Muhammad telah mengabarkan kepada kami dari Muhammad bin Ajlan dari Al Qo’qoo’ bin Hakiim dari Abu Sholeh As Samaan dari Abu Huroiroh’, ‘Sesungguhnya Nabi Shallallahu ‘alaihi wa Sallam bersabda, “Sesungguhnya aku diutus untuk menyempurkan akhlak yang baik – dalam riwayat lain disebutkan akhlak yang mulia”[1].

Ibnu Abdil Barr Rohimahullah mengatakan,

“Termasuk (akhlak yang baik/mulia) dalam hadits ini seluruh kebaikan, ajaran agama keutamaan, penjagaan wibawa, perbuatan baik dan keadilan”[2].

Bahkan sebagian ulama mengatakan bahwa tauhid kepada Allah termasuk/semulia akhlak mulia/baik yang merupakan misi pengutusan Nabi Shallallahu ‘alaihi wa Sallam.

Jika hal ini sudah kita pahami maka marilah kusampaikan permasalahan yang akan kita bahas sebagaimana yang diukirkan Ibnul Qoyyim Rohimahullah dalam Kitab Zaadul Ma’ad fi Hadyi Khoril ‘Ibad,

إِذَا تَرَكَ الْحَمْدُ، فَهَلْ يُسْتَحَبُّ لِمَنْ حَضَرَهُ أَنْ يُذَكِّرَهُ الْحَمْدُ؟ قَالَ ابْنُ الْعَرَبِى: لَا يُذَكِّرُهُ، قَالَ: وَهَذَا جَهْلٌ مِنْ فَاعِلِهِ. وَقَالَ النَّوَوِى: أَخْطَأَ مَنْ زَعَمَ ذَلِكَ، بَلْ يُذَكِّرُهُ، وَهُوَ مَرْوِىٌ عَنْ إِبْرَاهِيْمَ النَّخَعِى. قَالَ: وَهُوَ مِنْ بَابِ النَّصِيْحَةِ، وَالْأَمْرِ بِالْمَعْرُوْفِ، وَالتَّعَاوُنِ عَلَى البِرِّ وَالتَّقْوَى، وَظَاهِرُ السُّنَّةِ يَقْوِى قَوْلَ ابْنِ الْعَرَبِى لِأَنَّ النَّبِىَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ لَمْ يُشَمِّتِ الذِى عَطَسَ وَلَمْ يَحْمَدِ الله، وَلَمْ يُذَكِّرْهُ، وَهَذَا تَعْزِيْرٌ لَهُ، وَحُرْماَنٌ لِبَرَكَةِ الدُّعَاءِ لَمَّا حَرَّمَ نَفْسَهُ بَرَكَةَ الْحَمْدِ، فَنَسِىَ اللهُ، فَصَرَفَ قُلُوْبُ الْمُؤْمِنِيْنَ وَأَلْسِنَتِهِمْ عَنْ تَشْمِيَتِهِ وَالدُّعَاءِ لَهُ، وَلَوْ كَانَ تَذْكِيْرُهُ سُنَّةً، لَكَانَ النَّبِىُ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَوْلَى بِفِعْلِهَا وَتَعْلِيْمِهَا، وَالْإِعَانَةِ عَلَيْهَا.

“Jika seseorang tidak mengucapkan Alhamdulillah ketika bersin, maka apakah dianjurkan bagi orang yang hadir di dekatnya untuk mengingatkan orang tersebut agar mengucapkan Alhamdulillah? Ibnul Arobi Rohimahullah mengatakan, ‘Tidak dianjurkan mengingatkannya, (karena hal itu adalah) sebuah kejahilan dari orang yang ketika bersin tidak mengucapkan Alhamdulillah’. An Nawawi Rohimahullah mengatakan, ‘Orang yang berpendapat demikian telah keliru bahkan tetap harus diingatkan untuk mengucapkan Alhamdulillah’. Pendapat ini diriwayatkan dari ‘Ibrohim An Nakho’i, beliau mengatakan, ‘Hal tersebut termasuk nasihat dan amar ma’ruf dan ta’awun alal birri wa taqwa (tolong menolong dalam kebaikan dan ketaqwaan)’. Sedangkan dhohir hadits Nabi Shallallahu ‘alaihi wa Sallam tentang masalah ini menguatkan pendapat Ibnul ‘Arobi karena Nabi Shallallahu ‘alaihi wa Sallam tidak bertasymit (ucapakan – (يَرْحَمُكَ اللهُ) : semoga Allah merahmatimu -) dan tidak juga mengucapkan Alhamdulillah serta tidak mengingatkannya untuk mengucapkan Alhamdulillah. Hal ini sebagai bentuk ta’zir/peringatan bagi orang tersebut karena dia sendiri yang mencegah dirinya untuk mendapatkan keberkahan dari do’a (orang yang bertasymit) sebab dia jugalah yang mencegah dirinya untuk mengucapkan Alhamdulillah maka Allah melupakannya dan memalingkan hati orang mukmin dari bertasymit dan berdo’a kepadanya. Sehingga seandainya mengingatkannya untuk mengucapkan Alhamdulillah adalah suatu hal yang dianjurkan maka pastilah Nabi Shallallahu ‘alaihi wa Sallam akan melakukannya karena beliau Shallallahu ‘alaihi wa Sallam adalah orang yang paling utama untuk melakukannya, mengajarkan hal itu dan menolong orang tersebut dalam rangka amar ma’ruf dan ta’awun alal birri wa taqwa (tolong menolong dalam kebaikan dan ketaqwaan)”[3].

Allahu a’lam teks hadits yang dimaksudkan Ibnul Qoyyim Rohimahullah adalah

إِذَا عَطَسَ أَحَدُكُمْ فَحَمِدَ اللهُ فَشَمِّتُوْهُ وَإِنْ لَمْ يَحْمَدِ اللهَ فَلَا تَشْمِتُوْهُ وَإِنَّ ابْنَكِ عَطَسَ فَلَمْ يَحْمَدِ اللهَ فَلَمْ أُشَمِّتْهُ

“Jika salah seorang dari kalian bersin maka hendaklah ia mengucapkan Alhamdulillah maka bertasymitlah (يَرْحَمُكَ اللهُ). Jika dia tidak mengucapkan Alhamdulillah maka tidak perlu bertasymit padanya”. Abu Musa (orang yang meriwayatkan hadits ini mengatakan kepada seorang wanita yang anaknya bersin namun Abu Musa tidak bertasymit padanya), “Sesungguhnya anakmu tidak mengucapkan Alhamdulillah maka aku tidak bertasymit padanya”[4].

Dengan demikian yang lebih kuat adalah pendapat Ibnul ‘Arobi dan Ibnul Qoyyim Rohimahumallah.

Aditya Budiman bin Usman



[1] HR. Bukhori dalam Adabul Mufrod no. 273, Ahmad no. 8939 dan lain-lain. Hadits ini dengan sanad di atas adalah hadits yang hasan dan dalam sanad yang lain shohih sebagaimana dalam riwyatnya Imam Ahmad. (Lihat Takhrij Syu’aib Al Arnauth untuk hadits ini dalam musnad Imam Ahmad hal. 381/II terbitan Dar Qurthubah, Kairo, Mesir)

[2] Lihat Rosyul Barod oleh DR. Muhammad Luqman hal. 162, terbitan Dar Ad Da’i, Riyadh, KSA.

[3][3] Lihat Zaadul Ma’ad fi Hadyi Khoril ‘Ibad oleh Ibnul Qoyyim dengan tahqiq Syu’aib Al Arnauth  dan ‘Abdul Qodir Al Arnauth hal. 403-404/II, terbitan Mu’asasah Risalah, Beirut, Lebanon.

[4] HR. Muslim dalam Az Zuhd no. 54 dan Bukhori dalam Adabul Mufrod no. 941, hadits ini dinilai shohih oleh Al Albani.

 

Tulisan Terkait

Leave a Reply