9 Oct
A Little Bit of Sabar[1]
Segala puji hanya milik Allah. Hanya kepadaNya kita memuji, meminta tolong, memohon ampunan, bertaubat dan memohon perlindungan atas kejelekan-kejelekan diri dan amal-amal yang buruk. Barang siapa yang diberi Allah petunjuk maka tidak ada yang dapat menyesesatkannya dan barang siapa yang Allah sesatkan maka tidak ada yang dapat memberikannya hidayah taufik. Aku bersaksi bahwasanya tidak ada sesembahan yang benar kecuali Allah dan tiada sekutu baginya. Aku bersaksi bahwasanya Nabi Muhammad Shollallahu ‘alaihi wa Sallam adalah hambaNya dan UtusanNya. Sholawat serta salam semoga tercurah kepada Nabi Muhammad Shollallahu ‘alaihi wa Sallam , keluarganya dan para sahabatnya Rodhiyallahu ‘anhum.
Sabar merupakan suatu kata yang sudah akrab dengan telinga kita, baik dari orang yang sholeh ataupun yang tidak. Telah kami sampaikan pengertiannya serta jenis-jenis sabar dalam tulisan kami yang sebelumnya dengan judul “Ada Apa dibalik Kesabaran dan ‘Ilmu”[2]. Pada kesempatan kali ini kami hanya akan menambahkan sekelumit dari sekian banyak faidah dari kesabaran yang mana kesabaran di sini masih berhubungan erat dengan ilmu, yaitu sabar terhadap suatu musibah yang telah Allah tetapkan kepada seorang hamba misalnya sakit dan sabar terhadap perkara yang menjadi konsekwensi dari pilihan seorang hamba[3]. Kedua sabar ini memiliki perbedaan dalam hal pahala yang akan didapatkan oleh seorang hamba dan beratnya jiwa dalam melaksanakannya.
Adapun sabar jenis pertama maka seorang hamba hanya akan mendapatkan pahala darinya jika ia bisa bersabar terhadap perkara yang telah Allah ‘Azza wa Jalla takdirkan padanya dan hal ini merupakan suatu perkara yang tidak terlalu jarang kita temukan dalam keadaan sehari-hari. Namun untuk perkara jenis kedua maka musibah yang menjadi konsekwensi dari pilihannya untuk melakukan suatu perbuatan juga bernilai pahala dan amal sholeh di sisi Allah Jalla Jalaluh. Dalinya sebagaimana firman Allah Ta’ala,
مَا كَانَ لِأَهْلِ الْمَدِينَةِ وَمَنْ حَوْلَهُمْ مِنَ الْأَعْرَابِ أَنْ يَتَخَلَّفُوا عَنْ رَسُولِ اللَّهِ وَلَا يَرْغَبُوا بِأَنْفُسِهِمْ عَنْ نَفْسِهِ ذَلِكَ بِأَنَّهُمْ لَا يُصِيبُهُمْ ظَمَأٌ وَلَا نَصَبٌ وَلَا مَخْمَصَةٌ فِي سَبِيلِ اللَّهِ وَلَا يَطَئُونَ مَوْطِئًا يَغِيظُ الْكُفَّارَ وَلَا يَنَالُونَ مِنْ عَدُوٍّ نَيْلًا إِلَّا كُتِبَ لَهُمْ بِهِ عَمَلٌ صَالِحٌ إِنَّ اللَّهَ لَا يُضِيعُ أَجْرَ الْمُحْسِنِينَ
“Tidaklah sepatutnya bagi penduduk Madinah dan orang-orang Arab Badwi yang berdiam di sekitar mereka, tidak turut menyertai Rasulullah (berperang) dan tidak patut (pula) bagi mereka lebih mencintai diri mereka daripada mencintai diri Rasul[4]. Yang demikian itu ialah karena mereka tidak ditimpa kehausan, kepayahan dan kelaparan pada jalan Allah, dan tidak (pula) menginjak suatu tempat yang membangkitkan amarah orang-orang kafir, dan tidak menimpakan sesuatu bencana kepada musuh, melainkan dituliskanlah bagi mereka dengan yang demikian itu suatu amal sholeh[5]. Sesungguhnya Allah tidak menyia-nyiakan pahala orang-orang yang berbuat baik”.
(QS : At Taubah [9] : 120).
Sehingga jika ia bisa bersabar terhadap perkara ini maka ia akan mendapatkan dua pahala yaitu pahala terhadap musibah yang ia pilih sebagai konsekwensi dari keta’atannya kepada Robbul ‘Alamin dan pahala sabar terhadap musibah yang ia hadapi tersebut. Maka perhatikanlah dan renungkanlah dua hal ini wahai saudaraku dengan perenungan yang dalam niscaya insya Allah Ta’ala engkau akan dapatkan faidah yang agung.
Untuk lebih memudahkan pemahaman perhatikanlah dua contoh berikut ini,
- Perkara pertama, yaitu perkara/musibah yang telah Allah tetapkan kepada seorang hamba, misalnya sakit. Maka sakitnya tidaklah di nilai sebagai pahala dan ‘amal sholeh melainkan hanya bernilai ‘amal sholeh jika ia bersabar terhadap takdir Allah ‘Azza wa Jalla padanya yaitu pahala dari sabar itu sendiri.
- Sedangkan untuk perkara yang kedua, yaitu sabar terhadap perkara yang menjadi konsekwensi dari pilihan seorang hamba. Maka sebagaimana contoh yang dikatakan oleh Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah[6] –semoga Allah merahmatinya dengan rahmat yang luas- adalah pada kisah Nabi Yusuf ‘alaihissalaam ketika Beliau digoda seorang wanita yang memiliki kecantika dan kedudukan. Namun ketika Beliau ‘alaihissalaam menolak godaan tersebut, sebagai konsekwensinya Beliau alaihissalaam harus menerima hukuman berupa penjara[7] karena tuduhan perempuan tersebut[8]. Maka musibah berupa penjara ini merupakan pahala dan bernilai ‘amal sholeh di sisi Allah Tabaroka wa Ta’ala dan Nabi Allah, Yusuf ‘alaihissalaam juga mendapatkan pahala yang kedua karena Beliau ‘alaihissalaam mampu bersabar atas musibah yang cobakan kepada Beliau ‘alaihissalaam.
Maka marilah kita wahai saudaraku bergiat menuntut ilmu agama yang dengannya kita bisa tahu faidah dan kandungan dari suatu ‘amal sehingga bisa menerapkannya dan dapat mendulang pahala yang lebih dalam amal-amal kita dibandingkan dengan orang yang jahil terhadap agamanya, karena “Suatu ‘Amal dapat bertingkat nilai keutamaannya bukanlah semata karena banyaknya kuantitasnya melainkan bergantung pada apa yang ada (keadaan) di hati orang yang beramal”[9].
Mudah-mudahan tulisan singkat ini bermanfa’at bagi kami dan pembaca sekalian, Allahumma Amiin.
Ketika Waktu Dhuha, 19 Syawal 1430 H
Al Faaqir ilaa Maghfiroti Robbihi,
Abu Halim Aditya Budiman As Sijambaaliy
[1] Tulisan ini kami angkat sebagai faidah dari kajian kitab Amroodul Quluub wa Syifaa’uhaa li Ibni Taimiyah bersama guru kami yang mulia Al Ustadz Aris Munandar –semoga Allah menjaga kami dan Beliau-.
[2] Kami persilakan pembaca untuk merujuk pada tulisan kami yang berjudul “Ada Apa dibalik Kesabaran dan ‘Ilmu” di alhijroh.com pada kategori fiqih dan tazkiyatun nufus.
[3] Akan datang penjelasan tentang jenis kedua ini dengan contohnya insya Allah Ta’ala.
[4] Kalimat ini merupakan kalimat larangan namun dalam bentuk khobar/berita. [Lihat Tafsir Jalalain Li Imamaini Al Jalilaini Muhammad bin Ahmad Al Mahalli dan Abdurrahman bin Abi Bakr As Suyuthi dengan ta’liq dari Syaikh Shofiyurrohman Al Mubarokfuri hafidzahullah hal. 215 cet. Darus Salam, Riyadh, KSA.]
[5] Maksudnya hal itu merupakan balasan bagi mereka bahkan merupakan pahala bagi mereka. [sumber idem]
[6] Dalam kitab Beliau Amroodul Quluub wa Syifaa’uhaa hal. 43-47 terbitan Dar Imam Ahmad, Kairo, cetakan pertama.
[7] Yang ini adalah musibah yang harus Beliau ‘alaihissalaam tanggung karena ketakwaannya kepada Robbul ‘Alamin.
[8] Lihat surat Yusuf ayat 20-35.
[9] Sebagaimana yang dikatakan Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah dalam Majmu’ Fatawa hal. 281-282/II yang kami nukil dari Ma’alim Ushul Fiqh ‘inda Ahlis Sunnah wal Jama’ah oleh Syaikh Muhammad Husain bin Hasan Al Jaizaniy –hafidzahullah- hal. 358 terbitan Dar Ibnul Jauzy, Riyadh, cetakan ke tujuh.
3 Comments ( ikut berdiskusi? )
Leave a Reply
Jan 04, 2010 @ 05:11:32
jazakallah akh…… sangat bermanfaat & membuka pikiran..
Jan 04, 2010 @ 19:17:24
wa iyyaka
mudah-mudahan bermanfaat buat ana sebagai tambhan amal dan antum sebagai ilmu sebelum amal
amin
Nov 19, 2011 @ 12:33:33
semoga ALLAH memudahkan kita amiin